Teori

qis
2 min readDec 18, 2021

Bukan sebuah misteri ketika kita berkali-kali kecewa dalam hidup.

Hidup.

Pertemanan.

Keluarga.

Dan pastinya, cinta.

Jika aku boleh jujur, aku muak akan cinta.

Sebagaimana ia terus menertawakanku setiap kali aku tersentuh oleh dusta yang berkamufkase afeksi.

Sebagaimana aku menganggap diriku sepadan untuk didekap, mereka selalu berpaling sembari membawa kepuasan yang telah kuberi.

Meninggalkanku kembali bersama skeptis akan perasaan yang tulus.

Praktek akan patah hati mungkin sudah cukup, tapi terhadap menyayangi dan disayangi; itu cerita lain.

Terus kuterbang bersama ekspektasi,

Ekspektasi menjadi prioritas,

Ekpektasi kasmaran,

Ekspektasi dicintai,

Kukira makna dari itu adalah “kamu adalah segalanya”

Ternyata aku masihlah anak kecil yang hidup dalam sebuah fantasi.

Terbelenggu dengan masa lalu yang menjerat hatiku, aku tak tau apa itu sebuah hubungan.

Yang kutau adalah; aku harus membuatnya bahagia, tak peduli aku bahagia atau tidak.

Racun ya.

Namun, itu adalah bentuk cinta terakhir yang kukenal sampai akhirnya jalan kita berpapasan.

Hai, kamu.

Kalau aku boleh memperkenalkan diri,

Aku memiliki hati yang rapuh dan aku ceroboh,

Kombinasi yang hebat, kan?

Tapi ketika aku melihat namamu,

Sekali lagi aku mengenggam hatiku di telapakku yang bergetar.

Tak membutuhkan waktu yang lama untuk aku menyatakan,

Tapi, ketahuilah, aku takut.

Pengetahuanku akan apa yang kita jalani; sangat minim.

Aku sudah terbiasa dengan peninggalan dimana ketika kamu menetap setelah aku melepas sedikit badaiku, aku bingung.

Seseorang pernah berkata padaku,

“Jangan pernah biarkan patah hati membuatmu berhenti mencinta”

Kata-kata yang keluar dari bibir memang terkesan jauh lebih mudah, kemudian kamu datang menumpahkan sejarahmu yang meninggalkan luka namun tak membuatmu pupus untuk berharap.

Jujur, kasih, aku tak mahir dalam masalah ini.

Aku tak tau apa yang harus aku lakukan, maka aku bertanya, bertanya, dan bertanya diselingi dengan rasa khawatir aku mungkin menyinggungmu.

Tapi aku ingin mengenalmu.

Aku ingin mengetahui lebih dalam perasaan yang mengalir di nadi setiap kali mendengar suaramu.

Dan ketika kamu berkata,

“Kamu jalani hidup kamu dan aku jalani hidup aku, pada akhirnya aku pulang ke kamu”

Mungkinkah memang seharusnya begitu?

Apakah memang kita diciptakan mengenal cinta seperti itu?

Dimana cinta bukan sebuah prioritas tapi salah satu prioritas yang ada dalam hidup kita.

Sebagaimana cinta itu ada untuk mendekap kita setelah hari yang panjang,

Cinta itu ada untuk menjadi rumah.

18 Desember 2021, 10h03

Paris, France

--

--